Perempuan
adalah tiang negara, apabila ia kuat, kuat pula negara itu. Apabila ia
bermartabat, bermartabat pula negara itu. Ya, karena dari rahim perempuanlah
akan dilahirkan calon-calon generasi pewaris negeri. Sembilan bulan bersembunyi
hangat di dalamnya, bukanlah waktu yang singkat untuk membentuk koneksi fisik
dan jiwa antara ibu dan anaknya. Setiap suap makanan yang masuk ke dalam tubuh
Sang Ibu, akan menjadi bagian dari tubuh Sang Anak, apabila asupannya baik,
baik pula pertumbuhannya. Setiap suara yang dikeluarkan oleh Sang Ibu akan
didengar jelas oleh anaknya, apabila baik yang diperdengarkan sejak awal,
insyaAllah baik pula perkembangannya. Luar biasa! Betapa berharganya perempuan,
betapa mulia tugasnya.
Setelah
sembilan bulan berlalu, maka terlahirlah Sang Anak ke muka bumi ini. Ia datang
dengan tangisan, tapi Sang Ibu menyambut dengan senyum penuh keharuan. Ya,
disinilah misi besar itu dimulai, “Sekolah pertama” bagi Sang Anak. Seorang
penyair pernah berkata “Sesungguhnya bangsa-bangsa akan tetap eksis selama
akhlaq mereka masih tetap eksis. Jika akhlaq mereka hancur, maka hancur pula
eksistensi mereka.” Inilah tantangannya, akhlaq Sang Ibu, adalah contoh
nyata bagi Sang Anak, apabila ibu terbiasa makan dengan tangan kanan, maka anak
akan menirunya. Apabila ibu terbiasa berbicara dengan sopan dan halus, maka
anak akan menirunya, begitupula sebaliknya.
Ya,
masa-masa ini adalah masa emas bagi Sang Anak, tidak tahu hal itu benar atau
salah, yang jelas ia hanya bisa meniru, meniru apa yang ia lihat dan meniru apa
yang ia dengarkan. Dengan memori yang masih kosong, maka setiap file itu akan
terpatri kuat di dalam ingatannya, dan akan terbawa hingga ia dewasa.
Lalu siapakah yang paling dekat dengannya diwaktu-waktu itu? Siapakah yang
menggendong dan menyusuinya selama kurang lebih dua tahun lamanya? Dialah ibu.
Luar biasa! Betapa berharganya perempuan, betapa mulia tugasnya.
Setiap hari
Sang Anak semakin tumbuh dan berkembang. Dengan belaian kasih sayang Sang Ibu,
ia mulai tumbuh menjadi sesosok manusia yang bisa membedakan tangan kiri dan
kanan, dengan kata lain ia sudah bisa membedakan baik dan buruknya suatu hal.
Sudah selesaikah tugas Sang Ibunda? Belum.. Sama sekali belum… Justru tantangan
yang akan dihadapi akan semakin besar. Sang Ibu harus punya ilmu, ia harus
cerdas dalam bersikap, karena Sang Anak akan semakin sering bertanya, “Bu..
Kenapa ini? Kenapa itu? Kenapa harus begini? Kenapa harus begitu?” Jangan
ditanya jika sampai Sang Ibu salah menjawab, atau mungkin bisa menjawab dengan
benar, tetapi salah penyikapan, bisa fatal akibatnya. Luar biasa! Betapa
berharganya perempuan, betapa mulia tugasnya.
Maka,
untukmu wahai para perempuan mulia. Mulai saat ini, mulai dari yang paling
sederhana, dan mulai dari diri kita sendiri, mari kita belajar, mari kita
persiapkan, misi mulia itu, misi yang besar itu, persiapkan generasi yang akan
mewarisi negeri ini.
“Tak perlu
habiskan energi, untuk menuntut kesetaraan peran dengan kaum lelaki. Optimalkan
saja peranmu sebagai perempuan yang kelak akan melahirkan para pewaris negeri,
karena sesungguhnya perempuan adalah pilar kebangkitan suatu bangsa.-Forum Perempuan BEM-SI-“
Bogor, 27
April 2013
17.01 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar